Sesuai dengan lokasinya yang strategis, Kota Batavia saat itu ditumbuhi pelbagai bank yang mendukung proses perdagangan. Dari bank pemerintah hingga milik swasta tumbuh subur di sana.
"Layaknya Batavia saat itu disebut dengan Taman Bank," ujar Bapak Firman Haris, ketua LWG DMO Kota Tua Jakarta, menguatkan foto lawas masa Batavia dulu yang diuploadnya di media sosial. Benang merah itulah yang diambil bersama rekan-rekannya menjadi sebuah paket wisata yang menarik untuk dinikmati wisatawan, yakni Paket Tur Perbankan Kota Tua.
Kemudian, paket wisata ini diajukan dalam wacana dalam BIMTEK yang diadakan Kementerian Pariwisata dan LWG DMO Kota Tua Jakarta untuk mengembangkan potensi wisata Kota Tua Jakarta. Gencarnya promosi kepada kalangan wisatawan, menginspirasi saya, sebagai salah satu agen perjalanan, untuk ikut serta dalam ajang promo tersebut, tepatnya di bulan Juli 2016 lalu sepekan setelah libur lebaran.
Jalur Perjalanan
Rute paket wisata ini dibuat serupa dengan pelatihan beberapa bulan lalu, diantaranya: memasuki Museum Bank Mandiri bekas gedung Nederlandse Handels Maatschappij (NHM), Museum Bank Indonesia bekas gedung de Javasche Bank, menyusuri jalan melihat bekas gedung Escompto Bank, juga masuk ke gedung bekas Chartered Bank of India Australia and China, kembali menyusuri jalan mempresentasikan gedung bekas BNI pertama, Bank of China, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation, dan terakhir menuju Museum BNI 46.
Sayangnya kami tidak bisa masuk ke Museum BNI 46, karena diperlukan surat ijin resmi. Sehingga saat tur berlangsung, Pak Firman hanya memandu sampai gedung BNI pertama yang sekarang menjadi STMIK Swadharma.
Sebagai tambahan atraksi, kami bekerjasama dengan Komunitas Sepeda Ontel mengantar rombongan dari Taman Fatahillah ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Transportasi unik dan jadoel ini dulu menjadi tren di masanya, sekarang menarik orang untuk berplesiran di Kota Tua Jakarta.
Bersepeda ontel sampai ke Pelabuhan Sunda Kelapa
Kaca patri punya makna di Museum Bank Mandiri
Plesiran Berkesan
Rencana awal saya mengundang beberapa agen perjalanan dan komunitas, sayangnya karena mereka sudah ada rencana lain, maka tidak bisa ikut bergabung di tur perbankan perdana Juli lalu. Tak nyana, peserta dari guru dan kepala sekolah SMP serta dua orang mahasiswa yang bisa hadir, makin luas saja paket wisata ini bisa dikenal. Memang, paket tur perbankan ini bisa dinikmati dari pelbagai kalangan, tidak ada batasan untuk mereka yang ingin kenal lebih dekat Kota Tua Jakarta, kali ini dari sudut pandang lain yakni perbankan.
Banyak hal bisa didapatkan dari tur perbankan ini, seperti bagaimana tentang kehidupan atau kebiasaan pegawai bank saat itu, penjelasan benda di museum, bagian-bagian dalam gedung, arsitektur gedung, dan profil singkat perusahaan yang pernah menempati gedung tersebut.
Ada beberapa hal yang menarik bagi saya, yaitu bagian kaca patri layaknya lukisan, bagian-bagian arsitektur bangunan yang tak kalah bermakna bagi penghuninya maupun siapa saja yang melihatnya, juga cerita perjuangan. Ya, cerita perjuangan Indonesia yang saat itu ingin pengakuan sah jati dirinya sebagai negara yang merdeka, yaitu dengan pengedaran mata uang sendiri.
Tidak berakhir disitu, perjalanan dilanjutkan dengan membuka lorong waktu lebih jauh dan memacu adrenalin, bersepeda ontel menuju Pelabuhan Sunda Kelapa. Kepiawaian teman-teman ontel mengantar kami dengan nyaman hingga sampai ke pelabuhan terbesar penuh kenangan waktu itu, yang membawa sang Ratu Dari Timur pada masa kejayaannya dari masa ke masa.
Kini tidak semegah dulu, namun sisa-sisa kecantikannya bisa dilihat dari kesibukan dan merapatnya kapal-kapal besar berwarna-warni. Di antara kendaraan besar pengangkut barang, terlihat turis-turis asing mengaguminya, seakan mereka melihat pesonanya dulu yang sekarang sudah tersembunyi.
Kuliner
Kelaparan? Tentu tidak. Sejalur dengan perjalanan kembali menuju Taman Fatahillah, kami mampir ke Marina. Melihat kapal pribadi yang dikelola resort, kabarnya ada paket wisata ekslusif untuk bisa dinikmati juga di sana, paket rombongan dengan kapal VIP menuju beberapa pulau menikmati laut Jakarta. Bersantai sejenak minum jus dan teh hangat dengan pemandangan laut lepas, kiranya cantik pemandangan jika senja tiba di sini.
Melanjutkan perjalanan lagi, melewati Jembatan Kota Intan. Si merah yang memiliki tiga nama ini, tetap manis dilihat, sambil bercerita ada apa dengan kisahnya dulu. Setelah Hotel De Rivier yang dulu bernama Hotel Batavia, kami membelokan arah ke kanan dan makan siang di Rumah Makan Batavia Minang. Santapan nikmat ala Minangkabau yang kaya bumbu, seolah bercerita Jakarta waktu itu hingga kini kaya akan ragam penduduknya hingga bisa dinikmati lewat rasa bukan hanya dengar dan lihat.
Tempat sederhana, tenang, dan murah meriah bisa dijadikan tempat istirahat melepas lelah. Lokasinya tidak jauh dari Taman Fatahillah, jika ingin sedikit jauh dari keramaian mampirlah ke tempat ini.
Pilihan lain untuk menikmati sajian pelbagai kuliner di sekitar Taman Fatahillah juga bisa dikunjungi, antara lain Kedai Seni Jakarta, Aroma Nusantara yang menyajikan banyak rasa kopi dari seluruh Nusantara, Cafe Batavia, Historia Food & Bar, Kedai Pos , juga beberapa tempat makan lain di tenda dan agak jalan sedikit ke arah Glodok surga makanan pun menanti Anda.
(AMF)


No comments:
Post a Comment