Saturday, August 20, 2016

Komunitas Perempuan Berkebaya: Menghidupkan Dan Bersabahat Kembali Dengan Kebaya Nasional


Adanya pergeseran makna pemakaian kebaya saat ini hampir mematikan citra kebaya di mata dunia. Dulu gambaran wanita Indonesia identik dengan sanggul, kebaya, berkain, dan selendangnya yang apik. Saat ini, gambaran tersebut sudah jarang terlihat pada wanita Indonesia. Setidaknya, ada momen-momen tertentu seperti wisuda, pesta pernikahan  atau acara kebudayaan, dimana kebaya nasional dipakai lagi. Kebaya nasional kini tersirat hanya untuk wanita usia senja dan pakaian formal saja, namun terasa asing sebagai pakaian sehari-hari.

Menghidupkan kembali kebaya nasioanal, empat orang wanita, yakni Lia Natalia, Kristin Samah, Rahmi Hidayati, dan Tuti Marlina menggagas Komunitas Perempuan Berkebaya 4 Desember 2014 lalu. Sebagai wadah pembudayaan pemakaian kebaya dan kain nusantara bagi perempuan-perempuan Indonesia, tentunya melalui wadah ini kebaya nasional pun jadi lebih bersahabat di mata bangsa sendiri juga bangsa lain.


Awal Perjalanan

Berawal dari pertemuannya di grup jurnalis dan mantan jurnalis sejak awal era reformasi. Mereka bertemu dengan dresscode kebaya dan kain karena umumnya ketika bertugas ke luar kota, mereka membeli kain-kain khas daerah lalu mengoleksinya.

Dengan kesamaan itulah mereka melanjutkan berwisata dengan berkebaya. Dimulai sejak pendakiannya ke Dieng dan Gunung Prau, Lia, Rahmi, Tuti, dan Kristin menjadi terpanggil dan konsisten menggunakan kebaya dan kain hampir setiap hari. Foto-foto mereka yang beredar di media sosial Facebook menarik perhatian rekan-rekan jurnalis lainnya, Suara.com adalah media pertama yang mewawancarai mereka, kemudian menyusul media-media lainnya.

Grup yang dimulai dengan 4 orang melalui WhatsApp ini, menyusul menetapkan langkah-langkah ke depan melalui rapat kordinasi. Pada 13 Januari 2015, nama Perempuan Berkebaya diputuskan sebagai nama grup.

Sampai saat ini, Perempuan Berkebaya mengajak dan berkenalan dengan banyak perempuan Indonesia lainnya yang memiliki visi sama untuk mencintai, mengoleksi, dan pengguna kebaya serta kain nusantara. Tingginya respon perempuan-perempuan Indonesia lainnya membawa grup mereka mengembangkan sayapnya ke sosial media Facebook dan Instagram.

Diperkirakan sekira 600 orang anggota yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dan luar Indonesia seperti di Brunei, Kamboja, Amerika, Inggris, dan Swiss menyatakan dirinya sebagai Perempuan Berkebaya.

Komunitas ini terbuka untuk mereka yang terpanggil melestarikan budaya Indonesia lewat busana Indonesia. “Kebaya hanya pintu masuk saja, karena di Indonesia ada baju kurung dan sebagainya yang bisa dipadukan dengan kain-kain Indonesia bukan hanya batik,” Tutur Mbak Lia.

Perempuan Berkebaya Menghadiri Acara Bincang Batik Lokcan di Museum Tekstil Jakarta


Berbagi Cerita Perjuangan

Ada cerita menarik di balik perjuangan lawan arus trend fashion. Sejak Mbak Lia berwisata ala backpackers ke beberapa negara ASEAN dan Cina, ia pun berbagi pengalamannya dengan saya.

Seperti pengalaman berkesan di Myanmar, orang-orang menyangka ia adalah warga lokal, karena perempuan Myanmar kesehariannya memakai kain dan blus pendek, sedangkan laki-lakinya bersarung setiap hari. Ironisnya, ketika berjumpa dengan warga Indonesia selama di perjalanan, mereka tidak menyangka bahwa ia berasal dari Indonesia. Oleh karena itu, ia beruntung membayar ongkos transport dan tiket masuk wisata lebih murah, bahkan gratis.

Di Cina, orang-orang lokal tidak mempercayai Mbak Lia yang berasal dari Indonesia. Mereka menyangka ia berasal dari Afrika, tetapi pakaian yang dipakainya seperti orang lokal dari daerah Selatan.

Sebagian cerita di atas menggambarkan kebaya Indonesia yang belum dikenal baik oleh bangsa sendiri apalagi luar Indonesia. Alasan inilah yang turut mengobarkan semangatnya untuk berkebaya sehari-hari. Dengan berkebaya, Mbak Lia juga dapat menceritakan banyak hal tentang Indonesia sehingga menimbulkan kesan yang baik bagi mereka terhadap Negeri Khatulistiwa ini.

Panggilan sebagai duta kebaya dan kain tidak hanya dilakukannya saat berplesiran saja, tetapi juga dilakoninya saat mengikuti berbagai forum diskusi internasional di luar Indonesia. Maka dari itu semakin terbukalah kesempatan Indonesia dan busana tradisionalnya dikenal luas.

Semoga di masa yang akan datang, perempuan berkebaya dan berkain nasional dapat langsung diindentifikasi sebagai perempuan Indonesia, seperti halnya perempuan India dengan sarinya, dan perempuan Jepang dengan kimononya.

“Semoga di masa yang akan datang, perempuan berkebaya dan berkain dapat langsung diindentifikasi sebagai perempuan Indonesia.”



Apa Saja Kegiatan Perempuan Berkebaya?

Ada banyak kegiatan sederhana yang bisa dilakukan Perempuan Berkebaya.  Dimulai dengan wajib membagikan foto saat berkebaya dan berkain sehari-hari, misal di pusat perbelanjaan setelah jam kerja, makan siang bersama untuk mereka yang kantornya berdekatan, bergabung saat funwalk, ke tempat wisata, atau acara-acara budaya. Jadi diharapkan kegiatan ini bisa saling memberi inspirasi.

Perempuan Berkebaya juga mengadakan peluncuran buku bersama, acara-acara diskusi budaya soal kebaya dan kain seperti tips dan trik menggunakan kain yang nyaman dan mudah untuk aktivitas sehari-hari; ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan isu-isu perempuan, pemberdayaan perempuan, budaya, dan wisata. Tidak lupa ikut hadir dalam acara-acara penting anggota komunitas selama tahu dan bisa hadir.

Beberapa anggota lainnya sudah mulai berwisata sambil berkebaya dan berkain di dalam maupun di luar negeri. Sahabat Perempuan Berkebaya di Eropa dan Kamboja termasuk anggota aktif. 

Anda pun bisa ikut serta menjadi pelestari kebaya dan kain Indonesia. Silahkan lihat aktivitas Perempuan Berkebaya di social media Facebook, dengan nama akun Perempuan Berkebaya Jakarta, Perempuan Berkebaya Bogor, dan Perempuan Berkebaya Jogja. (AMF)


Wednesday, August 3, 2016

Menapaki Perjalanan Perbankan di Kota Tua Jakarta

Ratu dari timur, sebutan elok untuk Kota Batavia waktu dulu. Bagaimana tidak cantik rupanya, sebagai pusat perdagangan terbesar di Asia saat itu, ia ditata anggun dengan banyak kanal bermuara ke pelabuhan terpesat pada jamannya, kecantikannya juga dihias dengan banyak gedung megah berasitektur barat yang mewah.

Sesuai dengan lokasinya yang strategis, Kota Batavia saat itu ditumbuhi pelbagai bank yang mendukung proses perdagangan. Dari bank pemerintah hingga milik swasta tumbuh subur di sana.

"Layaknya Batavia saat itu disebut dengan Taman Bank," ujar Bapak Firman Haris, ketua LWG DMO Kota Tua Jakarta, menguatkan foto lawas masa Batavia dulu yang diuploadnya di media sosial. Benang merah itulah yang diambil bersama rekan-rekannya menjadi sebuah paket wisata yang menarik untuk dinikmati wisatawan, yakni Paket Tur Perbankan Kota Tua.

Kemudian, paket wisata ini diajukan dalam wacana dalam BIMTEK yang diadakan Kementerian Pariwisata dan LWG DMO Kota Tua Jakarta untuk mengembangkan potensi wisata Kota Tua Jakarta. Gencarnya promosi kepada kalangan wisatawan, menginspirasi saya, sebagai salah satu agen perjalanan, untuk ikut serta dalam ajang promo tersebut, tepatnya di bulan Juli 2016 lalu sepekan setelah libur lebaran.

Jalur Perjalanan

Rute paket wisata ini dibuat serupa dengan pelatihan beberapa bulan lalu, diantaranya: memasuki Museum Bank Mandiri bekas gedung Nederlandse Handels Maatschappij (NHM), Museum Bank Indonesia bekas gedung de Javasche Bank, menyusuri jalan melihat bekas gedung Escompto Bank, juga masuk ke gedung bekas Chartered Bank of India Australia and China, kembali menyusuri jalan mempresentasikan gedung bekas BNI pertama, Bank of China, The Hongkong and Shanghai  Banking Corporation, dan terakhir menuju Museum BNI 46.

Sayangnya kami tidak bisa masuk ke Museum BNI 46, karena diperlukan surat ijin resmi. Sehingga saat tur berlangsung, Pak Firman hanya memandu sampai gedung BNI pertama yang sekarang menjadi STMIK Swadharma.

Sebagai tambahan atraksi, kami bekerjasama dengan Komunitas Sepeda Ontel mengantar rombongan dari Taman Fatahillah ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Transportasi unik dan jadoel ini dulu menjadi tren di masanya, sekarang menarik orang untuk berplesiran di Kota Tua Jakarta.

Bersepeda ontel sampai ke Pelabuhan Sunda Kelapa

Kaca patri punya makna di Museum Bank Mandiri



Plesiran Berkesan

Rencana awal saya mengundang beberapa agen perjalanan dan komunitas, sayangnya karena mereka sudah ada rencana lain, maka tidak bisa ikut bergabung di tur perbankan perdana Juli lalu. Tak nyana, peserta dari guru dan kepala sekolah SMP serta dua orang mahasiswa yang bisa hadir, makin luas saja paket wisata ini bisa dikenal. Memang, paket tur perbankan ini bisa dinikmati dari pelbagai kalangan, tidak ada batasan untuk mereka yang ingin kenal lebih dekat Kota Tua Jakarta, kali ini dari sudut pandang lain yakni perbankan.

Banyak hal bisa didapatkan dari tur perbankan ini, seperti bagaimana tentang kehidupan atau kebiasaan pegawai bank saat itu, penjelasan benda di museum, bagian-bagian dalam gedung, arsitektur gedung, dan profil singkat perusahaan yang pernah menempati gedung tersebut.

Ada beberapa hal yang menarik bagi saya, yaitu bagian kaca patri layaknya lukisan, bagian-bagian arsitektur bangunan yang tak kalah bermakna bagi penghuninya maupun siapa saja yang melihatnya, juga cerita perjuangan. Ya, cerita perjuangan Indonesia yang saat itu ingin pengakuan sah jati dirinya sebagai negara yang merdeka, yaitu dengan pengedaran mata uang sendiri.

Tidak berakhir disitu, perjalanan dilanjutkan dengan  membuka lorong waktu lebih jauh dan memacu adrenalin, bersepeda ontel menuju Pelabuhan Sunda Kelapa. Kepiawaian teman-teman ontel mengantar kami dengan nyaman hingga sampai ke pelabuhan terbesar penuh kenangan waktu itu, yang membawa sang Ratu Dari Timur pada masa kejayaannya dari masa ke masa.

Kini tidak semegah dulu, namun sisa-sisa kecantikannya bisa dilihat dari kesibukan dan merapatnya kapal-kapal besar berwarna-warni. Di antara kendaraan besar pengangkut barang, terlihat turis-turis asing mengaguminya, seakan mereka melihat pesonanya dulu yang sekarang sudah tersembunyi.


Kuliner

Kelaparan? Tentu tidak. Sejalur dengan perjalanan kembali menuju Taman Fatahillah, kami mampir ke Marina. Melihat kapal pribadi yang dikelola resort, kabarnya ada paket wisata ekslusif untuk bisa dinikmati juga di sana, paket rombongan dengan kapal VIP menuju beberapa pulau menikmati laut Jakarta. Bersantai sejenak minum jus dan teh hangat dengan pemandangan laut lepas, kiranya cantik pemandangan jika senja tiba di sini.

Melanjutkan perjalanan lagi, melewati Jembatan Kota Intan. Si merah yang memiliki tiga nama ini, tetap manis dilihat, sambil bercerita ada apa dengan kisahnya dulu. Setelah Hotel De Rivier yang dulu bernama Hotel Batavia, kami membelokan arah ke kanan dan makan siang di Rumah Makan Batavia Minang. Santapan nikmat ala Minangkabau yang kaya bumbu, seolah bercerita Jakarta waktu itu hingga kini kaya akan ragam penduduknya hingga bisa dinikmati lewat rasa bukan hanya dengar dan lihat.

Tempat sederhana, tenang, dan murah meriah bisa dijadikan tempat istirahat melepas lelah. Lokasinya tidak jauh dari Taman Fatahillah, jika ingin sedikit jauh dari keramaian mampirlah ke tempat ini.

Pilihan lain untuk menikmati sajian pelbagai kuliner di sekitar Taman Fatahillah juga bisa dikunjungi, antara lain Kedai Seni Jakarta, Aroma Nusantara yang menyajikan banyak rasa kopi dari seluruh Nusantara, Cafe Batavia, Historia Food & Bar, Kedai Pos , juga beberapa tempat makan lain di tenda dan agak jalan sedikit ke arah Glodok surga makanan pun menanti Anda.

(AMF)

Monday, June 27, 2016

Membangkitkan Jiwa si Gedung Tua

Matahari belum terlalu terik ketika saya sampai di kawasan Kota Tua. Salah satu teman berjalan memimpin di depan menunjukkan tempat yang akan kami datangi hari ini. tepat di seberang stasiun kota, gedung ini sudah  berdiri selama dua abad. OLVEH, orang-orang kini tahu sang gedung ternyata mempunyai nama yang manis. Onderlinge Levensverzekering Van Eigen Hulp, itulah singkatan dari nama gedung tersebut. Gedung yang dibangun pada tahun 1921 adalah karya cipta dari firma Schoemaker yang didirikan oleh C.P. Wolff Schoemaker seorang arsitek belanda yang lahir di Banyubiru, Semarang Jawa tengah.

                Sekilas gedung ini terlihat biasa saja.catnya berwarna putih dan terdiri dari tiga lantaiGedung OLVEH ini baru saja selesai di revitalisasi tahun ini. sebelumnya OLVEH, hanyalah sebuah gedung tua yang bernasib sama dari kebanyakan gedung tua di Indonesia, tak terawat. Kini OLVEH, menjadi sangat indah dan menawan dilihat mata yang berjalan melintas di jalan Jembatan Batu.



                Saya dan salah satu teman saya, bukan hanya sekadar melihat rupa si cantik OLVEH ini, namun juga kami ingin lebih mengenal dan memahami OLVEH lebih dalam melalui diskusi yang diselenggara kan oleh  Independent research and advisory Indonesia (IRAI), Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC) , Jakarta Endowment for Arts & Heritage (JEFORAH), dan sarasvati Art Communication and publication. 

                Ada lima pembicara yang hadir dalam diskusi bertema ‘hidden Treasure of art deco’ yang membahas  tentang sejarah gedung OLVEH. Penuturan sejarah OLVEH, dimulai dari ibu Pauline K.M. van Roosmalen selaku pakar sejarah dan arsitektur kolonial. Saat beliau menuturkan bagaimana beliau mulai mencari jejak si OLVEH, saya tercenung, susah sekali mengenal si cantik ini. ibu Pauline sampai harus menghubungi rekan nya di negeri Belanda, untuk mengetahui jejak OLVEH, dan tak hanya sampai disitu, ibu Pauline juga mencari sumber-sumber lain yang kebanyakan berasal dari Negaranya. Gila, tuturku dalam hati, saat melakukan presentasi ini, beliau berkata bahwa hal yang ia lakukan ini belum sepenuhnya selesai. Masih banyak hal yang harus digali lebih lanjut untuk mengenal si OLVEH.

                Diskusi semakin menarik ketika, Boy Bhirawa arsitek yang ditunjuk untuk memimpin revitalisasi OLVEH, menceritakan beberapa kendala yang dihadapi ketika me-revitalisasi gedung ini, termasuk kendala pada lantai satu dimana ia harus kembali menggali lantai gedung itu untuk mencari  dasar asli si cantik ini, bersama Pak Candrian selaku pakar arkeologi, mereka bekerjasama untuk menemukan jati diri sebenarnya si OLVEH. Selain lantai ada beberapa titik yang dirombak  dan dilakukan dengan sangat cermat dan teliti. Hal ini dilakukan karena tujuan dari revitalisasi itu sendiri adalah menemukan jiwa si gedung. karena jiwa bangunan adalah  cerminan dari jiwa kotanya.

                Tak hanya OLVEH saja yang di revitalisasi, namun ada beberapa gedung tua yang sedang dan sudah te- revitalisasi  dan ada juga yang tengah menanti untuk dikenal dan dipahami lebih jauh mengenai asal mereka  dan siapa pencipta mereka. ini saatnya bagi kita untuk menumbuhkan rasa kepedulian kita pada sekitar, dan semakin memupuk rasa keingin tahuan yang besar pada  jiwa terpendam si gedung-gedung tua. Dari langkah itu, kita akan membantu  gedung – gedung tua ini menunjukkan jati diri  mereka yang sebenarnya. (EAD)

                                 

Sunday, February 28, 2016

Cara Asyik Menikmati Wisata Kota Tua Jakarta

Siapa yang tidak kenal kawasan wisata Kota Tua Jakarta? Bagi kamu warga Jabodetabek, sebagian besar sudah sering nongkrong atau setidaknya melewati kawasan wisata ini. Bisa jadi, malah kamu sudah cukup aktif ikut event, komunitas, atau sewa onthel untuk tur  di sana.

Nah bagi kamu yang masih memanfaatkan Taman Fatahillah hanya sebagai  tempat ketemuan, nongkrong-nongkrong dan selfie.. Yuk mari coba cara lain yang lebih seru dan mengasyikkan untuk menikmati Kota Tua Jakarta, mulai dari Taman Fatahillah sampai ke situs-situs lain yang perlu kamu ketahui dan jaga kelestariannya sebagai cagar budaya.


Pertama : Ikut Trip Jelajah Kota Tua

Sebanyak apa pengetahuanmu tentang Kota Tua Jakarta? Saya tidak akan cerita panjang lebar tentang sejarah Batavia, dari kedatangan Belanda di Jayakarta sampai dengan tembok Batavia dihancurkan.

Tapi jika kamu merasa kurang pemahaman, mengapa tidak ikut tur Kota Tua saja. Perlu kamu ketahui, Kota Tua Jakarta itu tidak melulu di Taman Fatahillah saja, yuk mari jelajahi setiap sudutnya.

Mulai dari Museum Sejarah Jakarta, dan museum-museum lain di sekitar Taman Fatahillah kamu bisa tambah pengetahuan melalui museum. Memang seru ya, belajar di museum? eits, museum bukan hanya sebagai galeri barang antik lho, tapi menyediakan informasi supaya pengunjung tahu identitas sebuah kota, cerita tentang peristiwa, atau sejarah perjalanan institusi serta tokoh. Tentunya saksi bisu ini bisa dijadikan media belajar kamu.

Selain museum, ikut tur yang disediakan komunitas-komunitas penjelajah Kota Tua Jakarta atau agen perjalanan di Jakarta.
Kalau bingung mau kemana selain bersepeda, kunjungi Local Working Group Kota Tua (Lwg Kota Tua), yang selalu siap sedia membantu kamu di tenda informasi, perpustakaan Taman Fatahillah. Mereka pun juga akan mereferensikan dengan apa dan bagaimana kamu bisa menjelajahi kota.

Sebutlah, Komunitas Onthel salah satunya, cukup dengan 50ribu - 75ribu rupiah kamu akan diantarkan ke 5 situs sejarah di Kota Tua Jakarta. Bersama komunitas ini kamu bisa bersepeda atau minta diboncengi untuk berkeliling.

Kalau ternyata kamu minat jalan-jalan sambil belajar sejarah, adapun komunitas lain seperti Komunitas Historia Indonesia, Jelajah Budaya, atau Sahabat Budaya Indonesia. Dalam berbagai kesempatan, mereka terbuka mengantarkan grup kamu atau open trip untuk keliling, beberapa komunitas mungkin akan ada jadwalnya sendiri.

Adalagi? Coba deh cek facebook, ada beberapa komunitas yang tidak hanya sebagai media belajar sejarah, tetapi mereka juga mengadakan kopi darat untuk terjun langsung lihat kondisi lapangan.



Kedua : Cek Agenda Workshop dan Ikuti Sesuai Minat

Tanyakan di tenda informasi, atau kamu ikuti pertemanan dengan Lwg Kota Tua biasanya menyediakan informasi seputar event yang berlangsung. Ada kegiatan yang rutin dan tidak rutin.

Salah satu kegiatan rutin, kamu bisa coba ikut membatik di Kota Tua. Diasuh oleh Sahabat Budaya Indonesia (Bang Ahmad sebagai ketuanya), kegiatan membatik ini rutin diadakan setiap Sabtu minggu pertama setiap bulannya. Melalui workshop ini, kamu akan mencoba dan belajar tentang batik, dari pembuatan sampai makna-maknya.

Juga ada kegiatan workshop lain yang disediakan museum, seperti membuat wayang di Museum Wayang, atau kerajinan keramik, dan lainnya.


Ketiga : Belajar Sejarah Bangunan Tua

Tidak terbatas di museum saja, keliling dan sambil lihat soal bangunan pastinya ada banyak cerita dibaliknya, Kalau penulis sendiri, terkadang suka iseng memotret bangunan luarnya kemudian cari tahu informasi dari komunitas facebook: Bangunan Kolonial, Indonesia Djaman Kepungkur, atau lain-lainya (banyak banget sih, mereka ini semangat belajarnya tinggi sekali  sampai banyak topik soal sejarah pun dibuat grup-grup). Kalau mau cari sendiri, bisa juga dengan googling,

Bangunan tidak melulu soal gedung, tapi juga rumah, sekolah, atau reruntuhan benteng Batavia (ada? ada donk, yuk mari keliling). Jangan lupa ya, ijin dengan pemilik jika ingin masuk atau memotret, cari tahu dulu sebelum foto, dan perlakukan hati-hati karena ini bangunan cagar budaya.

Baiknya sih, bisa cek buku-buku soal bangunan tua, coba cari di perpustakaan siapa tahu ada.
Selain bangunan ada lagi? ada kok ; makam tua
Serius, dari makam kamu bisa belajar tentang tokoh-tokoh yang makamnya masih ada di kawasan Jakarta, khususnya Kota Tua Jakarta.
Tunggu kabar selanjutnya tentang trip ini, ya ^^


Kok belajar terus sih? Sudah bosan,ya?

Belum selesai, nih masih ada yang Keempat : Nonton pertunjukan Cagar Budaya Tak Benda

Apa itu Cagar Budaya Tak Benda,? Cagar budaya selain berbentuk benda, juga ada yang hanya bisa dilihat atau diikuti, salah satunya berbentuk kesenian.

Setiap akhir pekan, di depan kantor Konservasi Cagar Budaya (dekat pintu masuk dari arah Museum Bank Indonesia), juga di depan gedung arsip (sebelah Museum Wayang).
Pertunjukkannya ada apa saja, ada Keroncong Tugu (keroncong bersejarah dari Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara), atau pencak silat, ada juga tarian daerah Jakarta, selain dari Jakarta ada juga sajian lain dari luar Jakarta.
Mau ikutan menyanyi pun dipersilahkan lho sambil diiringi pemusik dari Keroncong Tugu,


Cukup empat saran dulu,. Yakin, Kota Tua Jakarta tidak akan ada habisnya kita jelajahi dalam waktu satu sampai dua hari saja. Nah seru kan tidak hanya duduk-duduk di Taman Fatahillah saja,

Perlu kalian ingat jika mengunjungi kawasan cagar budaya, tidak boleh sembarang memegang, menginjak, apalagi memanjat. Demi foto keren kamu rela merusak cagar budaya? ih itu mah gak keren.

Ikuti peraturan berlaku seperti membuang sampah pada tempatnya. Sangat baik taat peraturan, karena pengunjung bukan hanya kamu dan saya saja, tetapi orang lain juga, dan tentunya keturunan-keturunan kita nanti yang layak melihat kekayaan sejarah dan budaya Jakarta sebagai bagian dari wilayah Indonesia.


Yuk, mari berwisata di Kota Tua Jakarta secara seru, mengasyikan, benar dan sehat.





Wednesday, February 24, 2016

Workshop Sinau Membatik “Sahabat Budaya Indonesia”

Seberapa cintanya kamu dengan wastra Indonesia? Wastra adalah kain tradisional yang sarat makna, misalnya batik dan tenun. Jadi kamu yang lagi gemar memakai batik, sudah pahamkah motif apa yang terkandung di dalamnya?  

Salah satu contohnya batik sebagai kain Nusantara yang tidak pernah lepas dari filosofi dan siklus kehidupan seseorang, khususnya dalam budaya Jawa. Dari lahir sampai kematian dari motif kain melambangkan doa dan harapan bagi si pemakainya. Bahkan di daerah tertentu di Jawa, warna dan motif merupakan identitas si pemakai. Ayo, jangan sampai memakai batik tetapi tidak tahu artinya.

Mari belajar bersama Sahabat Budaya Indonesia, dalam Workshop Sinau Membatik setiap hari Sabtu minggu pertama, jam 10.00 – 15.00 di Perpustakaan Taman Fatahillah Kota Tua, Jakarta Barat. Biayanya dikenakan per kain berpola seukuran saputangan. Hanya Rp50.000,- untuk dewasa, Rp40.000,- untuk anak-anak, dan Rp75.000,- untuk wisatawan asing.

Di sini kamu tidak hanya diajarkan membatik di atas kain berpola, tetapi juga diajarkan teknik pewarnaan, pengenalan bahan, bahkan soal motif-motif kain.

Melalui workshop ini kita akan dibimbing oleh Bang Ahmad (Muhammad Sartono) yang sejak tahun 1982 sudah belajar mendalami wastra Nusantara. Kita bisa puas bertanya dan saling diskusi soal batik membatik. Yuk lihat rincian acaranya dari gambar di bawah ini:




Workshop ini terbuka untuk umum. Selain di Kota Tua Jakarta, dengan perjanjian dan kesepakatan terlebih dulu, workshop ini terbuka untuk permintaan grup dari wisatawan, sekolah, institusi pendidikan, maupun yayasan atau komunitas yang ingin berperan serta mendukung pelestarian batik sebagai warisan budaya asli Indonesia. 

Jelajah Kota Tua Bersama Jelajah Budaya : Jejak Tionghoa di Batavia

Menyambut perayaan Imlek tanggal 8 Februari 2016, komunitas Jelajah Budaya menyelenggarakan kegiatan jelajah kota tua khususnya di kawasan pecinan, Glodok sehari sebelumnya. Tema jelajah Kota Tua kali ini memang menyoroti jejak kedatangan Tionghoa ke Batavia, dan bagaimana pengaruh dan akulturasi budaya mereka di sini sampai dengan masa kemerdekaan, hingga sekarang.

Peserta jelajah Kota Tua, yang banyak menggunakan dress code merah, dibagi ke dalam empat kelompok sesuai jam kedatangan. Memulai rute dari Taman Fatahillah sebagai bekas pusat pemerintahan Batavia, menuju Jalan Pintu Besar, Pintu Kecil sampai ke Pancoran Glodok, yang dulu lokasinya terletak di luar benteng Batavia. Pemandu menjelaskan tentang peristiwa, sejarah tempat, ciri khas bangunan di setiap pemberhentian.

Tidak terlewatkan bangunan Toko Merah, bangunan simetris di tepi Sungai Ciliwung yang sampai saat ini warnanya menarik perhatian. Bangunan berasitektur Eropa dan Tionghoa tersebut sudah banyak mengalami alih fungsi. Salah satunya sebagai pusat pendidikan dan pelatihan perwira di bidang pelayaran atau akademi maritim tertua di Asia.

Memasuki Jalan Pintu Kecil, pemandu menjelaskan bagaimana orang-orang Tionghoa datang ke Batavia karena direkrut oleh pihak pemerintah, kemudian sikap pemerintahan Belanda saat itu sejak pesatnya pertumbuhan penduduk Tionghoa di kawasan Batavia, sampai terjadi perang Geger Pacinan atau Geger Cina  (1740) silam yang menelan korban puluhan ribu jiwa warga Tionghoa di dalam kota Batavia, hingga tahun 1741 menyusul peristiwa serupa di beberapa wilayah Pulau Jawa.

Melewati beberapa gang-gang kecil sambil bercerita, penjelajahan juga diselingi mampir ke rumah-rumah ibadah seperti Klenteng, Vihara, dan Gereja yang masih memiliki bangunan kental dengan arsiktektur China. Perjalanan berakhir di Vihara Dharma Bhakti dengan foto bersama. Di sini persiapan perayaan Imlek terasa semakin semarak dengan lampion dan banyaknya orang hilir mudik.

Komunitas Jelajah Budaya adalah komunitas yang sudah berdiri sejak 2006 lalu, mengajak mereka yang ingin tahu banyak soal sejarah dan budaya kota. Jelajah Budaya mengadakan acara serupa dalam peristiwa atau perayaan tertentu dan mengulasnya dikemas dalam bentuk program jalan-jalan wisata.  

Workshop Membatik Bersama Sahabat Budaya

Ketua Sahabat Budaya Indonesia, Muhammad Sartono (Bang Ahmad) mengadakan acara “Workshop Sinau Membatik” di perpustakaan Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat. Penyelenggaraan acara ini mulai rutin diadakan setiap hari sabtu, minggu pertama setiap bulannya sejak Februari 2016.

Workshop Sinau Membatik akan rutin diadakan dalam rangka semakin mengenalkan budaya kain batik kepada seluruh generasi Indonesia, juga terbuka untuk wisatawan asing.

Bermula dari proses memberikan malam di atas kain berpola, ada suatu kelebihan yang ditawarkan pada workshop membatik miliknya. Tidak hanya teknik dasar saja sampai proses pewarnaan, secara bertahap ia akan menjelaskan macam-macam teknik tersebut dan bagaimana proses kain dibuat sampai hasil jadi berikut nama bahan yang dipakai.

Selain itu, Bang Ahmad memberikan penjelasan informatif mengenai sejarah batik serta filosofinya berdasarkan tempat asal masing-masing kain digunakan. Dalam setiap kesempatan, pria yang mendalami kain batik ini, menggunakan sarung atau bawahan batik motif nitik sebagai etalase berjalan mengenalkan batik kepada khalayak umum.

Kecintaannya akan batik, yang sudah dipelajarinya sejak tahun 1982, juga menghadirkan koleksi kain Nusantara sebagai pemanis backdrop acara. Tentunya tidak hanya sebagai hiasan, kain-kain cantik tersebut dipergunakan sebagai peraganya ketika menyampaikan pengetahuan soal batik membatik.

Canangannya sudah berjalan tahun lalu, secara khusus mengenalkan kepada siswa sekolah untuk membatik. Ke depannya Sahabat Budaya Indonesia akan terus melestarikan kain batik, dengan menerima grup sekolah, universitas dan umum, di luar jadwal rutin dengan perjanjian.

Jika Anda berminat menghadiri kegiatan Workhop Sinau Membatik, dapat mengunjungi perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta, Jakarta Barat. Kegiatan akan dimulai pukul 10.00 – 15.00 setiap hari Sabtu, minggu pertama setiap bulan.

Biaya mengkuti workshop satu kain seukuran sapu tangan senilai Rp50.000,- untuk umum domestik, dan Rp75.000,- untuk wisatawan asing. Informasi lainnya, bisa lihat gambar di bawah ini, dan akan diumumkan setiap bulannya.